Bincang Bersama Pakar Kimia Analitik Unesa, Prof Dr Pirim Setiarso, MSi

Ciptakan Elektroda Lebih Berkualitas daripada Buatan Jerman

Kebutuhan elektroda sebagai pendeteksi suatu zat kimia sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, mulai dari pertanian, industri, lingkungan, bahkan kesehatan. Selama ini, Indonesia masih mengimpor elektroda, terutama dari Jerman, yakni Perusahaan Bosch dengan mencatatkan penjualan lebih dari 2,4 triliun rupiah pada 2023.

Melihat hal itu, Guru Besar Kimia Analitik Unesa, Prof Dr Pirim Setiarso, MSi terdorong untuk menciptakan berbagai elektroda seperti elektroda referensi Ag/AgCl, elektroda kerja CuSAE, hingga mengembangkan elektroda Nano Graphene Oksida (Go) dan Titanium Oksida (TiO2) atau elekrode superkapasitor, dan sensor elektrokimia yang kualitasnya tak kalah dengan buatan Jerman. Berikut bincang-bincang selengkapnya!

Bisa diceritakan, bagaimana awal muka penelitian elektroda ini?

Penelitian ini bermula sejak 2006. Ketika mencari elektroda-elektroda untuk mengukur senyawa atau sebagai sensor, saya melihat kebanyakan elektroda di impor dari Jerman dengan harga jual sangat mahal, bahkan sampai di atas 100 juta. Kita selalu memakai elektroda buatan pabrik itu. Sebagai peneliti, saya berinisiatif membuat elektroda dan hasilnya kita bandingkan dengan buatan pabrik. Saat itu, saya membuat dari kawat Ag sekitar 0,8 atau 0,4 juga bisa, lalu ditambahkan kedalamannya Cl secara voltametri sehingga terbentuk elektroda referensi Ag/AgCl. Elektroda referensi yang beredar selama ini adalah elektroda buatan Jerman yaitu dari Pabrik Bosch. Sedangkan hasil buatan saya sendiri, ini memang memiliki sensitivitas yang lebih tinggi.

Apa keunggulan elektroda buatan sendiri dibandingkan dengan elektroda dari Jerman?

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa elektroda yang saya ciptakan memiliki sensitivitas lebih tinggi daripada elektroda dari Jerman yang dijual di pasaran. Hal ini dibuktikan secara ilmiah dengan 4 indikator. Pertama, perbandingan respon arus. Elektroda Ag/AgCl buatan sendiri memiliki respon arus sebesar 1,8 x 10-6 A lebih besar daripada Ag/AgCl komersial buatan Jerman dengan respon arus 1,2 x 10-6 A. Kedua, perbandingan hasil karakterisasi secara voltametri diferensial pulsa. Elektroda Ag/AgCl buatan sendiri memberikan arus puncak sebesar 8,2 10-5 A dengan potensial (0 s/d 0,54) V, sedangkan elektroda Ag/AgCl buatan Jerman hanya memberikan arus puncak 5,8 10-5 A dengan potensial (0 s/d 0,43) V. Ketiga, perbandingan data koefisien difusi elektroda Ag/AgCl. Berdasarkan data hasil uji menunjukkan elektroda Ag/AgCl buatan sendiri memberikan koefisien difusi lebih stabil dan lebih besar sehingga memberikan respon arus lebih besar. Keempat, masih banyak lagi berbagai perbandingan hasil uji yang menunjukkan bahwa elektroda Ag/AgCl buatan sendiri lebih baik daripada buatan Jerman.

Sejauh ini, bagaimana penerapan hasil penelitian yang dilakukan?

Alhamdulillah, saat ini telah membuka peluang kerja sama dengan CV Dwi Anugerah Surabaya yang mengelola sarang burung walet. Kegunaan elektroda dalam pengolahan sarang burung walet adalah untuk mendeteksi penelitian penurunan sarang burung walet kadar nitrit terdeteksi sampai 9 ppm yang mana melampaui syarat standar skala internasional yakni 30 ppm. Selain itu, banyak penelitian dan pengabdian masyarakat yang sering didanai oleh Ditjen Diktiristek seperti pelatihan pembuatan pupuk cair di Desa Brau, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Selain membuat elektroda referensi Ag/AgCl, juga telah dibuat elektroda CuSAE yang mampu mendeteksi dua kandungan residu pestisida yaitu Cypermethrin dan Diazinon pada tanah pertanian.

Apakah elektroda dapat diterapkan secara luas untuk berbagai bidang?

Tentu saja bisa. Sensor elektrokimia memiliki banyak kegunaan untuk mendeteksi bahan organik maupun anorganik, bahkan virus penyakit. Elektroda ini juga dapat diterapkan di bidang kesehatan, semisal mendeteksi HIV atau untuk mengukur kadar gula darah. Selain dapat digunakan untuk mendeteksi pestisida, sebenarnya bisa diterapkan ke apa saja, seperti ke narkoba juga bisa. Jadi, elektroda yang saya buat ini penggunaannya sangat luas. Dalam bidang kesehatan bisa digunakan untuk mengukur gejala penyakit tertentu. Jadi, pemanfaatannya sangat luas sekali untuk mengukur berbagai zat. Hanya saja, untuk zat seperti narkoba karena peraturannya ketat dan tidak boleh sembarangan maka kalau mengukur harus kerja sama terlebih dahulu dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Untuk pengembangan penelitian selanjutnya bagaimana?

Kita akan terus kembangkan, Penelitian saya terkait hal ini sudah jauh. Sekarang itu semakin canggih dan sekarang sudah sampai di nanopartikel. Saat ini, kita telah mengembangkan bentuk nano yaitu elektroda Nano Graphene Oksida (Go) dan Titanium Oksida (TiO2) yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk baterai, superkapasitor, dan sensor elektrokimia Elektroda nano ini memiliki limit deteksi yang sangat rendah, sensitivitasnya juga lebih baik. Jika diterapkan di berbagai zat nantinya akan bisa mendeteksi kandungan zat, meskipun sangat kecil jumlahnya akan tetap terdeteksi.

Apakah sudah diproduksi secara massal?

Ini menjadi harapan ke depan. Jika ada pabrik yang bekerja sama kita akan bisa memfasilitasi sehingga ke depan elektroda bisa diproduksi secara luas. Selama ini, banyak yang tidak faham bahwa elektrodang buatan Jerman itu masih kurang secara kinerjanya, dan terbukti ketika saya mencoba membuat elektroda sendiri hasilnya jauh lebih efektif daripada elektroda buatan Jerman. Melalui penelitian yang saya lakukan dan publikasi yang telah saya optimalkan, harapannya ada stakeholder seperti pabrik yang tertarik memproduksi ini. Harapannya, Indonesia tidak lagi impor elektroda dari Jerman.

Harapan terkait pengembangan ilmu elektroda untuk seluruh dunia?

Saya bertekad melanjutkan penelitian elektroda yang digabungkan enzim elisa untuk memberikan keterbaruan dalam bidang ilmu kimia. Setelah ini, saya berencana mengembangkan berkaitan dengan keilmuan elektrokimia, yakni menciptakan DSSC, sebuah bahan yang dapat menghasilkan listrik dari energi cahaya matahari. Saya berharap banyak orang yang sadar bahwa sebenarnya kita mampu memproduksinya. Jadi, saya berharap ilmu ini tidak hanya berhenti pada saya dan para mahasiswa, tetapi juga sampai kepada mereka yang memiliki kepentingan dan memiliki minat  menggerakkan bisnis dalam bidang ini. @TimMajalahUnesa

Bagikan artikel ini

en_USEN