I Gusti Lanang Putra Eka Prismana, S.Kom., M.Kom. Direktur Teknologi Informasi dan Pusat Data Universitas Negeri Surabaya

Gemari Kompetisi, Inovasi, dan Strategi MotoGP dan F1

Suara deru mesin, adrenalin memacu kecepatan dan waktu, racikan strategi dalam hitungan detik, dan inovasi serta kompetisi yang terus berkembang membuat Direktur Teknologi Informasi dan Pusat Data Universitas Negeri Surabaya (Unesa), I Gusti Lanang Putra Eka Prismana, S.Kom., M.Kom., begitu tertarik pada MotoGP dan Formula One (F1).

***

Kecintaan pria asal Surabaya ini terhadap MotoGP bermula sejak tahun 1990-an, ketika ajang balap ini masih menggunakan motor berkapasitas 500cc. Saat itu, ia mengidolakan Michael ‘Mick’ Doohan, pembalap legendaris asal Australia. Namun, ketika Valentino Rossi mulai mendominasi lintasan, minatnya terhadap MotoGP semakin mengakar.

“Saya mengikuti MotoGP sejak era Doohan, tapi saat Rossi masuk ke Honda dan mulai menang, saya semakin tertarik. Gaya balapnya agresif, tetapi tetap cerdas dalam membaca situasi di lintasan,” ujar pria kelahiran Surabaya itu.

Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah ketika ia dapat menyaksikan secara langsung balapan MotoGP di Sirkuit Mandalika, Indonesia, pada 2023. Momen tersebut menjadi lebih spesial karena ia menontonnya bersama sang istri, yang akhirnya ikut menikmati atmosfer balapan.

Ia tidak menyangka Indonesia memiliki sirkuit seindah itu. Suasananya luar biasa, mendengar suara mesin secara langsung dan melihat bagaimana strategi tim bekerja dalam waktu nyata memberikan pengalaman yang jauh lebih seru dibandingkan dengan menonton di YouTube atau televisi.

“Apalagi, saya menontonnya bersama istri saya. Meskipun awalnya tidak terlalu suka, akhirnya ia ikut terbawa suasana dan menikmati keseruannya,” kenangnya.

***

Selain MotoGP, dosen Fakultas Teknik (FT) tersebut juga mengagumi Formula 1. Menurutnya, F1 adalah ajang balapan yang paling kompleks dalam hal teknologi. Setiap detail kecil bisa membuat perbedaan besar. Ia suka memperhatikan desain sirip, perubahan aerodinamika, dan bagaimana tim terus berinovasi untuk mendapatkan keunggulan.

Ia mulai mengikuti F1 sejak era keemasan Michael Schumacher bersama Ferrari di awal tahun 2000-an. Ia terkesan dengan bagaimana Schumacher dan timnya mampu mendominasi balapan berkat kombinasi antara keterampilan pembalap dan inovasi teknis yang luar biasa.

“Saya selalu kagum dengan bagaimana F1 bisa begitu maju dibandingkan dengan kendaraan biasa. Misalnya, sistem hybrid power unit, teknologi drag reduction system (DRS), dan bagaimana tim memanfaatkan data real-time untuk mengatur strategi balapan,” katanya.

Selain itu, strategi pit stop juga menjadi salah satu aspek yang menurutnya sangat menarik. Di F1, segalanya bisa berubah dalam hitungan detik. Tim harus bekerja cepat dan akurat saat pit stop, karena kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal.

Baginya, MotoGP dan F1 bukan sekadar hiburan, tetapi juga sumber inspirasi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur di Unesa.

“Salah satu hal yang saya pelajari dari dunia balap adalah pentingnya inovasi. Di MotoGP dan F1, tim yang tidak berinovasi akan tertinggal dari pesaingnya. Ini berlaku juga di dunia teknologi informasi. Jika kita tidak terus belajar dan berkembang, maka kita akan tertinggal,” ujarnya.

Selain inovasi, ia juga menekankan pentingnya kerja sama tim. Dalam balapan, sehebat apa pun seorang pembalap, ia tidak akan bisa menang tanpa tim yang solid. Mekanik, insinyur, dan ahli strategi di belakang layar memiliki peran yang sangat besar.

Begitu pula dalam kehidupan, kesuksesan sistem teknologi informasi di kampus ini bukan hanya karena dia, tetapi karena kerja sama seluruh tim.

Berkebun dan Merawat Kucing-Burung

Di tengah kecintaannya pada dunia balap yang penuh kecepatan dan ketegangan, pria kelahiran 1980 ini memiliki hobi berkebun dan memelihara hewan. Sejak tahun 2021, ia mulai menata halaman rumahnya dengan tanaman hijau, menciptakan suasana asri yang menenangkan.

“Berkebun memberi saya rasa damai. Awalnya, saya merasa halaman rumah terlalu gersang, jadi saya menanam berbagai tanaman. Sekarang, pagar rumah saya bukan lagi besi, tetapi pagar tanaman,” katanya.

Di halaman belakang, ia menanam berbagai bunga, termasuk wijayakusuma yang mekar indah di malam hari.

“Setiap pagi atau sore, saya suka duduk di sana sambil menikmati kopi, membaca buku, atau sekadar mendengarkan kicauan burung yang saling bersahutan,” tuturnya.

Selain itu, ia juga merawat hewan-hewan peliharaan. Di rumahnya, ia memelihara sekitar 30 ekor kucing, serta beberapa burung seperti burung dara, perkutut, kenari, dan tekukur. Awalnya, ia hanya merawat beberapa ekor kucing yang ditemukan di sekitar perumahan, tetapi lama-kelamaan jumlahnya bertambah.

“Dulu, jumlah kucing saya sempat mencapai 38 ekor. Kebanyakan adalah kucing kampung yang saya temukan di sekitar rumah, entah siapa yang menaruhnya. Saya tidak tega melihatnya, jadi saya rawat bersama istri saya yang kebetulan suka dengan kucing,” ujarnya.

Merawat puluhan kucing tentu bukan hal yang mudah. Ia dan istrinya harus memastikan makanan mereka selalu tersedia, menjaga kebersihan kandang, serta rutin membawanya ke dokter hewan.

“Sempat ada kejadian ketika tujuh ekor kucing kami meninggal karena virus. Sejak saat itu, saya lebih ketat dalam menjaga kebersihan dan kesehatan mereka,” tambahnya.

Baginya, merawat tumbuhan dan hewan bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga bentuk kepedulian dan rasa syukur atas ciptaan Tuhan. Ia percaya bahwa memberi makan dan merawat hewan adalah salah satu bentuk sedekah yang bernilai ibadah.

“Sedekah tidak harus kepada sesama manusia, tetapi juga bisa kepada hewan dan tumbuhan. Saya percaya bahwa setiap kebaikan sekecil apa pun akan kembali kepada kita dengan cara yang tak terduga,” tutupnya penuh keyakinan. (Ja’far)

Bagikan artikel ini

en_USEN