Riset dan Pengabdian Berdampak Kampus Rumah Juara

Universitas Negeri Surabaya (Unesa) terus menunjukkan komitmen dan inovasinya yang memiliki dampak terhadap masyarakat luas. Komitmen dan inovasi itu ditunjukkan dengan berbagai aksi nyata melalui berbagai riset, pengabdian masyarakat, dan berbagai program-program kemahasiswaan.

Hal itu sejalan dengan kebijakan Diktisaintek Berdampak, yang mendorong perguruan tinggi menjadi penggerak utama transformasi berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi agar menghadirkan kemanfaatan nyata bagi masyarakat dan pembangunan nasional.

Berbagai riset-riset unggulan, pengabdian kepada masyarakat maupun berbagai program kemahasiswaan pun diarahkan pada-pada program-program yang memiliki dampak nyata.

Riset akademisi Unesa yang cukup menarik perhatian publik dan membawa dampak signifikan adalah alat deteksi tsunami bernama Joko Tingkir. Alat deteksi yang ditemukan dari hasil penelitian Pakar Ilmu Fisika Kebumian Unesa, Prof. Dr. Madlazim, M.Si itu telah digunakan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) bersama-sama dengan tools lain yang saling melengkapi dalam suatu peringatan dini gempa bumi dan tsunami merah putih karya anak bangsa.

“Joko Tingkir merupakan sistem yang terdiri dari software pendeteksi bencana tsunami. Software ini dirancang dengan mengunggulkan keakuratan, ketepatan, dan kecepatan yang hasilnya dapat dilihat empat menit setelah terjadinya gempa bumi,” terang Guru Besar yang berhome base di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unesa itu.

Madlazim mengklaim keakuratan Joko Tingkir mencapai 99 persen. Penilaian tersebut telah diuji sejak 2013 di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jakarta Pusat hingga 2016. Alat ini telah mengalami pengembangan dengan terciptanya aplikasi peringatan dini gempa bumi dan tsunami.

Madlazim menjelaskan, prinsip kerja Joko Tingkir yaitu menangkap getaran gelombang gempa seismik. Getaran itu akan direkam oleh seismometer global yang sifatnya terbuka dan terdiri lebih dari 250 station. Selanjutnya, hasil seismometer akan mengirimkan informasi menuju satelit. Tanpa waktu lama, informasi tersebut dikirimkan ke server Unesa dan diolah dengan rumus milik Prof Madlazim.

Saat ini, peringatan dini tsunami yang ada, yakni InaTews yang dioperasikan oleh BMKG menggunakan parameter gempabumi (maginitudo), sedangkan pendeteksi tsunami Joko Tingkir menggunakan parameter tsunami (durasi rupture gempabumi). “Saya ingin sistem tersebut dapat membantu masyarakat, karena Indonesia sebagai negara maritim sering terjadi bencana tsunami di berbagai daerah. Selain itu, saya ingin Indonesia memiiki pendeteksi tsunami karya anak bangsa sendiri,” ujarnya.

Joko Tingkir, tambah Madlazim, menggunakan tiga parameter, yakni magnitude 6,7 ke atas, epicentrum gempa di laut, dan kedalaman sumber gempa. Getaran gempabumi direkam oleh beberapa seismometer. Data seismik ini kemudian dikirim ke satelit untuk selanjutnya dikirim ke server prediksi tsunami.unesa.ac.id/wwe.

“Dalam server ini, software Joko Tingkir menghitung parameter tsunami, apakah suatu gempa bumi berpotensi tsunami atau tidak, kemudian hasilnya diposting dalam web tersebut. Joko Tingkir membutuhkan titik lokasi terjadinya gempa bumi, yang mana akan muncul keterangan parameter gempa pada layar sisi kiri aplikasi dengan terperinci,” jelas Guru Besar kelahiran Lamongan itu.

Sistem peringatan dini tsunami Joko Tingkir, terus dikembangkan. Terbaru, aplikasi peringatan dini tsunami dikembangkan berbasis android yang ramah bagi penyandang tunanetra. Tujuannya, untuk meningkatkan keselamatan kelompok rentan saat terjadi bencana.

Madlazim menjelaskan, aplikasi ini merupakan pengembangan lebih jauh dari model sebelumnya yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, tetapi belum mengakomodasi kebutuhan teman-teman disabilitas. “Model yang sekarang ini dikembangkan ramah penyandang tunanetra,”

Guru Besar yang berhomebase di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unesa itu menjelaskan bahwa Joko Tingkir dirancang dengan prinsip kesederhanaan dan inklusivitas, menampilkan elemen-elemen visual yang kontras untuk pengguna dengan sisa penglihatan, serta mendukung navigasi berbasis suara bagi tunanetra total.

“Pada layar awal, pengguna dapat mengakses informasi dasar, seperti status sistem dan panduan penggunaan. Notifikasi suara memberikan panduan secara langsung, sedangkan elemen sentuh layar dirancang untuk kompatibel dengan teknologi screen reader,” jelasnya.

Aplikasi tersebut, terang Madlazim, mampu memberikan informasi seputar gempa dan potensi tsunami secara real time melalui notifikasi suara, getaran, dan tampilan visual yang ramah bagi penyandang disabilitas. Prosesmya dimulai dengan pengambilan data gempa bumi dari layanan FDSNWS (Federated Data Service Network Web Services), yang menyediakan data real-time terkait kejadian gempa bumi di seluruh wilayah Indonesia dan sekitarnya.

Data ini mencakup informasi detail mengenai lokasi episentrum, magnitudo, kedalaman, dan parameter lainnya. Jika gempa yang terjadi terdeteksi berpotensi tsunami, maka aplikasi akan memberikan peringatan dini dalam bentuk notifikasi suara dan getaran mengenai informasi gempa, dan estimasi dampak tsunami.

Getaran digunakan sebagai bentuk tambahan peringatan untuk memastikan pengguna tunanetra dapat merasakan sinyal bahaya secara langsung. Dalam kasus di mana potensi tsunami tidak terdeteksi, teknologi tetap memberikan notifikasi suara yang berisi informasi lengkap mengenai parameter gempa bumi, sehingga pengguna tetap mendapatkan informasi yang relevan.

Sementara itu, Prof Tjipto Prastowo, anggota tim peneliti menambahkan bahwa aplikasi Joko Tingkir tidak hanya memberikan peringatan dini, tetapi juga memberikan edukasi bencana yang inklusif. Inovasi ini sudah melewati tahapan pengujian dengan melibatkan penyandang tunanetra. “Ke depan, pengembangan terbaru yang ramah disabilitas akan diupdate di Play Store,” bebernya.

Riset yang didukung BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) dan tembus jurnal Eureka: Physics and Engineering (Q3) untuk terbit November 2025 ini penting untuk meningkatkan keselamatan kelompok rentan dan menjembatani kesenjangan akses informasi selama bencana bagi penyandang disabilitas.

Air Minum Kemasan Nanogold dan Nanosilver

Selain aplikasi Joko Tingkir, riset lain yang memiliki dampak luas bagi masyarakat adalah produk air minum kemasan dengan nano gold dan nano silver untuk meningkatkan imun masyarakat, utamanya kala pandemi covid-19 lalu. Tim peneliti Unesa ini terdiri atas Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, MLitt (ketua), Prof. Dr. Titik Taufikurohmah, MSi (anggota) dan Rusmini SPd, MSi (anggota).

Ketua Tim Peneliti, Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt mengatakan, nano gold merupakan partikel emas yang sangat kecil. Ukurannya berkisar antara 1 hingga 100 nanometer. Untuk membayangkan seberapa kecilnya, satu nanometer sama dengan seperseribu dari satu mikrometer, atau sekitar 1/80.000 lebar rambut manusia. Karena ukurannya yang sangat kecil, nano gold memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda dengan emas dalam bentuk bulk (ukuran besar).

“Perbedaan itulah yang membuat nano gold memiliki potensi aplikasi sangat luas. Salah satu aplikasi itu kami kembangkan alam air minum kemasan. Dalam aplikasi itu, nano gold berfungsi sebagai antioksidan dengan kekuatan 10 kali aktivitas antioksidan vitamin,” ungkapnya.

Sementara itu, nano silver merupakan ion silver (Argentum/Ag+) berukuran nano yang dapat menghancurkan mikroorganisme infeksius seperti virus dan bakteri. Nano silver merupakan antimikroba sebagai antivirus dengan jangkauan yang sangat luas dalam jenis dan kekuatan mikroba. “Nanosilver dapat menjadi antivirus yang sangat kuat sehingga dapat melawan virus penyebab penyakit Covid-19,” ujar Djodjok.

Kedua material tersebut, kata Guru Besar Bahasa Jepang Unesa, aman bagi tubuh dan kehidupan manusia, tidak beracun, dan tidak memberi pengaruh rasa pada air minum. Karena keunggulan itulah, nano gold dan nano silver cocok menjadi material esensial dalam air minum kemasan yang baik bagi kesehatan masyarakat. “Ini menjadi peluang yang tepat untuk mewujudkan produk air minum kemasan dengan nanogold dan nanosilver yang mudah larut dalam air,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Djodjok menambahkan, nano gold dan nano silver tidak meninggalkan rasa yang berbeda dalam air minum, sehingga tidak mengganggu ketika air masuk ke dalam tenggorokan. Hal itu terjadi karena kedua material tersebut telah ada di dalam air yang berasal dari mata air sumber pegunungan, namun dengan konsentrasi yang sangat kecil. “Proses ini mirip dengan fortifikasi mineral alam dalam air minum,” terangnya.

Produk air minum kemasan dengan nano gold dan nano silver ini,selain dapat menyegarkan tubuh, menghilangkan dahaga saat cuaca panas, juga dapat meningkatkan imun tubuh. “Nano gold dan nano silver bekerja bersinergi meningkatkan imun tubuh manusia, hal ini yang tidak dimiliki oleh air minum biasa,” bebernya.

Prof. Dr. Titik Taufikurohmah, M.Si, anggota tim peneliti menambahkan, hadirnya produk air kemasan ini sebagai upaya peningkatan imun masyarakat menghadapi pencemaran alam yang banyak terjadi di masyarakat. Apalagi, saat ini, polusi telah merajalela dan banyak pencemaran baik mikroba maupun radikal bebas akibat sinar UV matahari.

“Debu yang mengkontaminasi berbagai produk sisa dan buangan limbah aneka pabrik menyatu dengan udara terbuka yang terpapar aneka mikroba, virus, dan radikal bebas. Kondisi semacam itu dapat menyebabkan manusia menjadi sangat rentan terserang berbagai penyakit. Terlebih, adanya produk-produk olahan pangan instan dengan pengawet, perasa, dan pewarna juga ikut menyumbang munculnya berbagai macam penyakit,” jelas Titik.

Produksi air minum dengan nano gold dan nano silver, sangat mudah. Dimulai dengan sintesis nano gold dan nano silver yang telah disederhanakan oleh tim peneliti sehingga mudah dilakukan pabrikasi. Setelah terbentuk nano gold dan nano silver, tinggal dituang dalam air minum baku, diaduk atau hanya digoyang sudah tercampur homogen dan siap dikemas.

Untuk proses pendistribusian, terang Titik, yang menjasi sasaran adalah Pondok Pesantren Nurul Iman, Parung, Bogor selaku mitra. Para santri yang tinggal di pondok pesantren tersebut menjadi konsumen pertama. Selain itu, pondok pesantren juga menjadi tempat pabrik air minum ini. Selanjutnya, wali santri dapat ikut berpartisipasi dalam pendistribusian produk ke luar pondok. Juga, masyarakat umum dapat menjadi marketing produk air minum kemasan ini.

Mesin Pengolah Tempe 3in1 untuk Optimalkan Produktivitas UMKM

Sebagai langkah nyata mendukung efisiensi dan produktivitas sektor pangan lokal, tim dosen Unesa membuat inovasi teknologi pengolah tempe 3in1 yang siap dikomersialisasikan. Mesin pengolah ini menggabungkan proses pengupasan, pemisahan, dan pemecahan kulit ari kedelai dalam satu alat.

Tim peneliti Unesa terdiri atas Dr Djoko Suwito, MPd (ketua), Dra Niken PurwidianI, MPd, dan Bellina Yunitasari, SSi, MSi. Mereka menghasilkan penelitian berjudul Hilirisasi Komersialisasi Mesin Pengolah Tempe 3in1 (Pengupas, Pemisah, Pemecah Kulit Ari Kedelai) untuk Mengoptimalkan Proses Produksi Tempe. Mesin Pengolah Tempe 3in1 itu menawarkan solusi efektif bagi produsen tempe skala kecil hingga menengah.

Djoko Suwito, Ketua Tim Peneliti mengatakan, penelitian itu berfokus pada hilirisasi dan komersialisasi mesin multifungsi 3in1 yang dirancang untuk mengatasi efisiensi produksi tempe di kalangan UMKM. Mesin itu, terangnya, mampu melakukan tiga proses penting sekaligus yakni mengupas kulit kedelai, memisahkan kulit dari biji, dan memecah kedelai untuk proses fermentasi.

Integrasi ketiga fungsi dalam satu sistem itu, ujar Djoko, diharapkan mampu mempercepat masa proses produksi, mengurangi tenaga kerja manual, dan meminimalkan kehilangan bahan baku. Selain itu, keunggulan mesin ini terletak pada kemampuannya mengintegrasikan tiga fungsi kerja dalam satu alat yang biasanya dilakukan dengan tiga mesin berbeda.

“Tentu, hal tersebut dapat menghemat ruang, biaya operasional, dan meningkatkan efisiensi kerja karena proses yang berlangsung secara berkesinambungan dan terotomatisasi sebagian. Desain mesin ini dirancang modular dan berurutan,” terang Djoko.

Mesin pengolah tempe 3in1 dimulai dari sistem pengupas yang berbasis drum bergerigi, sistem pemisah berbasis aliran air atau blower, dan sistem pemecah yang berbasis penghancur mekanis. “Setiap bagian dalam mesin, dirancang agar saling terhubung dan bekerja optimal sesuai fungsi masing-masing,” bebernya.

Lebih lanjut, Djoko juga menerangkan bahwa mesin pengolah tempe 3in1 dapat mengurangi kehilangan bahan baku hingga di bawah 5% dibandingkan dengan metode tradisional/manual yang mencapai 10-15%. Hal itu dapat terjadi karena adanya proses mekanis yang lebih terkontrol dan minim kesalahan dari manusia.

Selain itu, desain mesin juga mempertimbangkan efisiensi energi dengan penggunaan motor listrik berdaya rendah dan rangka berbahan baja ringan yang dapat didaur ulang. Sisa dari limbah kulit kedelai juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 

Lahirnya inovasi teknologi Mesin Pengolah Tempe 3in1 itu, ungkap Djoko, bermula dari pengamatan tim peneliti terhadap pelaku UMKM tempe yang masih menggunakan metode manual atau alat sederhana dalam proses pengupasan dan pemisahan kulit kedelai. Selain menguras waktu dan tenaga, produktivitas yang dihasilkan juga tidak optimal.

Selain itu, urgensi dari penelitian ini juga terletak pada peran tempe sebagai makanan bergizi dan popular di Indonesia. “Efisiensi proses produksi akan membantu pelaku usaha mempertahankan produktivitas dan daya saing di tengah tantangan ekonomi dan tenaga kerja,” tandasnya.

Sasar Pelaku UMKM

Mesin Pengolah Tempe 3in1, terang Djoko, terus didorong untuk hilirisasi dan memastikan mesin dapat sampai ke tangan pelaku UMKM tempe secara luas. Strategi hilirasi itu melibatkan kolaborasi dengan inkubator bisnis, pelatihan, pameran produk, penyusunan skema pembiayaan kredit ringan, serta integrasi dalam program CSR dan program kewirausahaan perguruan tinggi serta BUMDes.

“Target utamanya adalah pelaku UMKM skala kecil hingga menengah di sektor produksi tempe, baik individu maupun kelompok usaha bersama (KUB), koperasi, dan BUMDes,” ungkapnya.

Djoko mengklaim, hadirnya mesin pengolah tempe 3in1 mendapat respon bagus dari masyarakat, khususnya pelaku UMKM tempe. Mereka melihat mesin ini sebagai solusi nyata untuk mengurangi kelelahan kerja, meningkatkan kapasitas produksi, dan memberikan hasil tempe yang lebih bersih dan konsisten. Selain itu, komunitas produsen tempe lokal sangat antusias sehingga bersedia menjadi mitra uji coba.

Djoko mengakui ada tantangan yang dihadapi dalam membuat inovasi ini. Salah satunya, menyatukan tiga fungsi dalam satu mesin tanpa mengorbankan performa. Sebab, selain fungsi dan performa yang maksimal, mesin juga harus mudah digunakan oleh para pelaku UMKM yang minim latar belakang teknis.

“Penelitian ini bekerja sama dengan mitra seperti koperasi produsen tempe lokal dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Surabaya. Selain itu, penelitian ini juga mendapat bantuan dalam pengembangan mesin dari Bidya Nur Habi (CV Cahaya Berkah Gusti) dan lima mahasiswa Unesa,” bebernya. 

Djoko menambahkan, penelitian dilaksanakan di laboratorium rekayasa mesin CV Cahaya Berkah Gusti dan lokasi mitra UMKM tempe di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Program ini berlangsung mulai April 2025 hingga Desember 2025. Meskipun masih tergolong baru, kata Djoko, mesin pengolah tempe 3in1 telah dipresentasikan dalam beberapa forum workshop inovasi teknologi dan pameran kewirausahaan kampus yang mendapat respon positif.

Anggota tim, Niken Purwidiani, menambahkan bahwa hasil akhir yang ingin dicapai adalah terciptanya mesin siap pakai dan layak produksi masal, model bisnis distribusi, dan terbentuknya kemitraan strategis dengan UMKM/Koperasi. Ke depan, lanjut Niken, mesin akan dikembangkan versi otomatisasi penuh serta integrasi sistem monitoring produksi berbasis IoT dan sistem penghancuran kulit ari yang lebih efisien.

Dalam pengembangan mesin ini, tentu perlu penyempurnaan desain agar lebih ergonomis. Selain itu, juga pengurangan konsumsi daya Listrik dan pengujian performa mesin dalam berbagai jenis kedelai. Tim peneliti berharap teknologi ini dapat menjadi solusi nyata bagi UMKM tempe di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan menjadi bagian dari ekosistem teknologi pangan nasional.

Inovasi Buku Kayu Satu-satunya di Indonesia

Selain inovasi hilirisasi, peneliti Unesa juga mengadirkan inovasi edukasi berupa alphabet wooden book, yang merupakan buku kayu satu-satunya di Indonesia. Tim peneliti Unesa terdiri atas Winarno, SSn, MSn, Hendro Aryanto, SSn, MS dan Nanda Nini Anggalih, SPd, MDs menghadirkan inovasi Alphabet Wooden Book sebagai Media Pengenalan Huruf dan Melatih Motorik Halus Anak Usia Dini. Penelitian ini merupakan gabungan dari tiga prodi serumpun, yaitu prodi Seni Rupa Murni (S1), Desain Komunikasi Visual (S1), dan Sarjana Terapan (D4).

Ketua Tim, Winarno mengatakan, Alphabet Wooden Book diproduksi sebagai buku kayu edukasi yang mengajarkan bilingual (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris). Berdasarkan laporan indeks kecakapan bahasa Inggris tahun 2022, Indonesia berada di posisi ke-81 dari total 111 negara. Rangking Indonesia berada jauh di bawah negera tetangga Singapura dan Malaysia. Rata-rata masyarakat Indonesia di rentang umur 18-20 tahun memiliki tingkat kecakapan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur 26-30 tahun di ibu kota.

 “Ini mengindikasikan bahwa perkembangan kemampuan berbahasa Inggris di Indonesia belum terjadi sepanjang tumbuh kembang anak hingga masa sekolah, melainkan saat memasuki dunia kerja di kota besar,” terang Winarno.

Upaya mendorong generasi Alpha mendapat kesempatan global yang lebih optimal, terang Winarno, selaras dengan komitmen Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam meningkatkan literasi, minat baca dan menekan angka buta huruf di Indonesia. Menurut Winarno, hal itu menunjukkan urgensi pengenalan alphabet bilingual secara intens sejak anak usia dini.

“Tidak dapat dipungkiri, semakin maju perkembangan zaman maka generasi muda dituntut memiliki keberagaman kemampuan berbahasa. Tidak terkecuali anak-anak usia dini yang memiliki kemampuan berkembang lebih pesat,” ujarnya.

Winarno menyampaikan, anak usia dini (0-6 tahun) membutuhkan media yang interaktif dan efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa mereka. Data menunjukkan, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa terjadi ketika anak berumur 4 tahun. Semakin cepat mereka memiliki kemampuan bilingual, maka semakin banyak kesempatan dalam hal pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya yang mereka dapatkan di kemudian hari.

Sayangnya, kondisi buku yang disediakan sekolah memiliki tampilan kurang menarik bagi anak-anak untuk belajar, sehingga anak mudah bosan. Oleh karena itu, perlu adanya buku pengenalan karakter alphabet dengan dua Bahasa, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi aktivitas belajar siswa PAUD untuk lebih mengenal huruf dan meningkatkan angka literasi membaca di masyarakat Indonesia. 

Dosen Seni Rupa itu menyatakan, Alphabet Wooden Book merupakan produk inovasi satu satunya di Indonesia dalam bentuk interaktif berbahan kayu ringan, aman, dan memiliki standar internasional. Produk inovatif ini juga bekerja sama dengan PT Gunung Mas Sumanco (Riang Toys) sebagai produsen mainan dan buku anak, sedangkan akademisi Unesa bertugas membuat ilustrasi dan menyusun kosakata yang mewakili setiap huruf.

“Kosakata yang digunakan dipilih berdasarkan tingkat penggunaan kata yang digunakan dalam kehidupan sehari hari dan memiliki kesamaan pelafalan dan makna dengan bahasa Inggris,” jelas Winarno

Alphabet Wooden Book, tambah Winarno, diperuntukkan untuk anak usia dini (di bawah lima tahun) untuk mengenali benda-benda sekitar dengan ilustrasi. Cara kerja produk ini dimulai dengan pengguna (anak usia dini) melihat bentuk gambar, lalu memilih batang huruf sesuai dengan visual ilustrasi menjadi sebuah kosa kata yang cocok dan sesuai dengan kosa kata jenis bentuk visual ilustrasi tersebut.

Buku ini menggunakan kosa kata yang sering digunakan sehari-hari dan memiliki kesamaan bunyi serta makna antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Harapannya, anak-anak dapat lebih mudah memahami dan belajar dua bahasa sekaligus. “Selain itu, terdapat item pendukung 3 dimensi berupa bentuk huruf alfabet yang dibuat dengan kayu agar lebih menarik minat dan semangat anak dalam belajar,” terangnya.

Alphabet Wooden Book mendapatkan respon menarik dari masyarakat, khususnya dari guru dan siswa TK. Produk ini menargetkan anak usia dini, balita dan difabel dengan kategori khusus. Menurut Winarno, hal menarik yang didapatkan selama program berlangsung, di antaranya anak PAUD mendapatkan media pembelajaran baru yang interaktif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan semangat membaca. Selain itu, guru PAUD juga mendapatkan pengajaran baru menggunakan buku PAUD ABC Interaktif Bilingual. 

“Kami berharap, penelitian itu dapat terus berkembang dan bisa dilanjutkan ke skema kerja sama pada tahun berikutnya melalui metode berhitung dengan pengembangan ke tiga dimensi. Selain itu, hasil produk penelitian ini dapat dipakai sebagai formula untuk meningkatkan keefektifan dalam belajar membaca dan kosa kata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris pada anak usia dini. Juga, dapat dijadikan produk karya media pembelajaran yang asli  dari bangsa sendir,” pungkasnya. @TimMajalahUnesa

Bagikan artikel ini

en_USEN