
Transformasi Wujudkan Kampus Berdampak
Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) resmi meluncurkan Kampus Berdampak bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Jumat, 2 Mei 2025. Ada 20 program mahasiwa yang diluncurkan tahun ini.
Peresmian itu disampaikan langsung oleh Menteri Diktisaintek, Brian Yuliarto. Ia mengatakan, Diktisaintek Berdampak adalah Gerakan nasional untuk mewujudkan akses seluas mungkin dengan kualitas yang setara di seluruh Indonesia. Diktisaintek Berdampak merupakan gerakan bersama Kemendiktisaintek dengan perguruan tinggi dan mitra yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mendorong transformasi,
Brian berharap, perguruan tinggi di Indonesia bisa bergandengan tangan dengan pemerintah daerah, industri, masyarakat, dan UMKM, berkolaborasi mendorong terjadinya kemajuan-kemajuan sehingga kampus bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.
Dalam peluncurannya, Kemendiktisaintek mengumumkan 20+ program mahasiswa yang siap diluncurkan tahun ini. Program-program itu dapat diikuti oleh mahasiswa di seluruh Indonesia dengan bidang yang beragam.
Ke-20 program itu adalah 1) Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) yang dilaksanakan 17 Juli-17 Oktober 2025, 2) Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) yang dilaksanakan Juli-Oktober 2025, 3) Abdidaya Ormawa yang dilaksanakan Juni-Oktober 2025, 4) Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Perguruan Tinggi (ONMIPA-PT) yang pelaksanaanya akan diumumkan lebih lanjut.
Berikutnya, 5) Pekan Olahraga Nasional (Pomnas), 6) Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM), 7) Kompetisi Mahasiswa Nasional Bidang Ilmu Bisnis, Manajemen, dan Keuangan (KBMK), 8 Musabaqah Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional (MTQMN), 9) Kontes Robot Indonesia (KRI), 10) Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI), 11) National University Debating Championship (NUDC).
Selanjutnya, 12) Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres), 13) Statistik Ria dan Festival Sains Data (Satria Data), 14) Kontes Robot Terbang (KRTI), 15) Pekan Seni Mahasiswa Nasional, 16) Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang TIK dan Komunikasi (Gemastik), 17) Kontes Kapal Indonesia (KKI), 18) Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi), 19) Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia (KBGI), 20) Kompetisi Jembatan Indonesia (KJI) dan 21) Kontes Mobil Hemat Energi (KMHE). @TimMajalahUnesa
Dr. Martadi: Kampus Berdampak Jadi Pusat Transformasi dan Solusi Nyata

Wakil Rektor I Bidang Pendidikan, Kemahasiswaan, dan Alumni Unesa, Dr Martadi, M.Sn menanggapi terkait Diktisaintek Berdampak yang belum lama ini diluncurkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Ia menegaskan bahwa perubahan bukan hanya sekadar program, tapi gerakan besar yang mengubah cara pandang kampus terhadap pendidikan “Perguruan tinggi tidak cukup hanya mencetak lulusan. Kampus harus menjadi pusat transformasi dan solusi nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), Unesa memang dituntut lebih progresif. Kampus yang sebelumnya fokus pada otonomi dan fleksibilitas, kini dituntut harus melangkah lebih jauh dan menjawab langsung kebutuhan masyarakat serta dunia industri.
Konsep Kampus Berdampak, terang Martadi, menekankan pada pengalaman nyata. Mahasiswa tidak hanya belajar teori, tapi juga turun langsung ke lapangan. Salah satu pendekatan yang diterapkan Unesa adalah Project-Based Learning (PBL). Melalui pendekatan itu, mahasiswa diajak memecahkan persoalan yang betul-betul terjadi di tengah masyarakat. “Jadi, kuliah bukan hanya dinilai dari tes atau makalah, tapi dari aksi nyata di lapangan. Ini mengasah empati, kepemimpinan, dan kreativitas mereka,” jelasnya.
Mantan Dekan Vokasi itu memberikan contoh mahasiswa yang turun ke desa untuk membantu warga merancang sistem pengelolaan sampah, atau terlibat dalam proyek pemetaan potensi ekonomi lokal bersama dosen. Bahkan, dosen pun diajak “turun gunung” dalam program seperti Profesor Turun Desa atau Dosen Mudik Bangun Kampung.
Namun, Martadi tak menampik bahwa jalan menuju Kampus Berdampak tidak selalu mulus. Ada tantangan besar, terutama pada aspek infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Kemajuan teknologi di industri sangat cepat, sementara laboratorium kampus masih tertinggal. “Kompetensi kerja berubah setiap lima tahun. Sementara kemampuan kampus untuk reskilling SDM belum secepat itu,” ungkapnya.
Di sisi lain, Kampus Berdampak membuka peluang besar bagi mahasiswa lebih siap secara mental dan sosial saat lulus. Sebaba, mereka tidak hanya punya ijazah, tapi juga pengalaman hidup. Mahasiswa yang terjun langsung ke masyarakat, tegas Martadi, akan punya kepercayaan diri lebih tinggi dan empati dan sensitivitas sosial yang lebih baik. “Ini gerakan gotong royong. Pemerintah, industri, kampus, dan masyarakat harus saling dukung,” katanya.
Unesa pun aktif membangun kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri (dudi). Mulai dari penyusunan kurikulum, program magang, hingga rekrutmen lulusan. Tujuannya agar lulusan betul-betul siap pakai. Selain itu, agar kurikulum kampus sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan. “Kampus Berdampak bukan ajang pencitraan. Bukan sekadar mengejar proyek-proyek besar atau ranking global. Kalau cuma mengejar proyek, itu melenceng dari semangat Kampus Berdampak,” tegasnya mengingatkan.
Esensinya, lanjut dia, adalah perubahan paradigma. Kampus kecil sekalipun bisa berdampak besar jika mampu menyentuh persoalan masyarakat. Yang penting bukan besar atau kecilnya kampus. Tapi seberapa besar ia bisa menjawab masalah nyata dan menjadi penggerak perubahan.
Di tengah zaman yang kian riuh dan kompleks, tambah Martadi, Kampus Berdampak hadir menjadi angin segar yang menyejukkan arah pendidikan tinggi. Kampus tak lagi menjadi menara gading, tapi lebih mendekat pada denyut kehidupan nyata. “Ini saatnya perguruan tinggi kembali ke jati dirinya: menjadi sumber ilmu, solusi, dan harapan bagi masyarakat,” tandas Martadi. @TimMajalahUnesa
Prof Fida Rachmadiarti: Sinkronkan Program dengan Kebijakan Diktisaintek Berdampak

Universitas Negeri Surabaya (Unesa) siap bertransformasi melalui paradigma baru yaitu Kampus Berdampak. Direktur Direktorat Transformasi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran (DTPTP) Unesa, Prof Dr Fida Rachmadiarti, MKes mengatakan bahwa Unesa tidak hanya fokus pada kegiatan akademik internal, melainkan juga menguatkan kebermaknaan peran mahasiswa di luar kampus.
“Unesa sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) secara berkelanjutan telah melaksanakan program-program berdampak, seperti PLP, asistensi mengajar, magang, studi independen, riset, kewirausahaan, dan KKN tematik. Semua ini merupakan bentuk nyata dari mobilitas akademik yang berdampak bagi masyarakat,” terangnya.
Program-program tersebut, ungkap Fida, dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat serta tantangan sosial-lingkungan yang dihadapi. Mahasiswa didorong untuk tidak hanya mengembangkan kompetensi akademik, tetapi juga kepekaan sosial dan solusi nyata terhadap permasalahan publik.
Untuk mewujudkan hal itu, Unesa melakukan penyesuaian terhadap regulasi dan panduan mobilitas akademik, menyinkronkan program yang sudah ada dengan kebijakan terkini, dan memahamkan para koordinator prodi, dosen, dan mahasiswa tentang esensi Kampus Berdampak.
“Penyelarasan ini menjadi pondasi penting agar setiap kegiatan mahasiswa tidak sekadar formalitas, tetapi benar-benar membekas dan membentuk kemampuan analitis, kreatif, dan solutif terhadap permasalahan di sekitar mereka,” ungkapnya.
Beberapa contoh implementasi program berdampak, terang Fida, ditunjukkan dari berbagai lintas prodi. Mahasiswa pendidikan, misalnya, tak hanya belajar teori inovatif di kampus, tetapi juga menerapkan secara langsung dalam praktik mengajar di sekolah-sekolah mitra. “Pengalaman ini membentuk pemahaman holistik terhadap tantangan pembelajaran di lapangan,” bebernya.
Mahasiswa nonkependidikan, jelasnya, turut menunjukkan kontribusi dalam ranah yang berbeda. Salah satunya melalui magang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang, Malang. Di lokasi tersebut, tiga mahasiswa Unesa menghadapi persoalan lindi atau air limbah beracun dari sampah.
“Mereka tidak sekadar mencatat persoalan, tetapi mengusulkan dan melakukan uji coba fitoremediasi lewat teknik penjernihan limbah menggunakan tanaman yang diproyeksikan sebagai solusi lingkungan berkelanjutan. Inisiatif ini menjadi contoh konkret bagaimana ilmu pengetahuan dapat langsung diimplementasikan demi kepentingan masyarakat dan ekosistem,” jelas Pakar Biologi Unesa itu.
Unesa mengakui bahwa keberhasilan program berdampak tidak lepas dari dukungan mitra. Saat ini, Unesa telah menjalin banyak kerja sama dengan industri, lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta. Sinergi tersebut menjadi peluang besar dalam perluasan cakupan kegiatan mahasiswa di luar kampus.
“Namun, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah mendesain program Kampus Berdampak yang benar-benar relevan dan real. Kita bersama fakultas dan prodi masih perlu mendetailkan rancangan kegiatan agar lebih konkret dan berorientasi pada hasil yang bisa diukur,” tambahnya.
Fida menyadari, mendesain program berdampak bukanlah proses instan. Dibutuhkan sinergi lintas bidang, pemetaan kebutuhan lokal yang mendalam, serta kesiapan mahasiswa untuk terlibat aktif dalam ekosistem sosial yang dinamis.
Unesa, terang dosen yang berhome base di FMIPA itu, sudah cukup siap beradaptasi dari paradigma Kampus Merdeka menuju Kampus Berdampak. Sejak 2020, berbagai bentuk kegiatan pembelajaran berbasis MBKM telah diterapkan dan rutin dievaluasi perkembangannya. “Dari delapan bentuk kegiatan pembelajaran MBKM, sebagian besar tetap relevan dan dapat di-redesign agar lebih berdampak nyata,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fida menegaskan bahwa topik-topik kegiatan dipilih dengan mempertimbangkan nilai kebermanfaatan, keterlibatan aktif masyarakat, serta potensi keberlanjutan. Strategi ini menjadi arah baru pendidikan tinggi seperti Unesa untuk menciptakan ekosistem belajar yang tidak hanya mencetak lulusan unggul, tapi juga agen perubahan sosial. @TimMajalahUnesa
Drs. Djoko Adi Walujo: Kampus Berdampak itu Ketinggalan Zaman

Program Kampus Berdampak dirancang agar kampus dapat memberi dampak langsung kepada masyarakat, dunia industri dan usaha (DUDI), serta ekosistem riset dan inovasi nasional. Pengamat Pendidikan sekaligus Ketua PGRI Jawa Timur, Djoko Adi Walujo, menanggapi program Kampus Berdampak.
Menurut Djoko Adi Waluyo, program tersebut esensinya adalah agar kampus tidak menjadi menara gading yang hanya berkutat pada keilmuan saja, tetapi kampus dapat memberikan nilai-nilai kesejahteraan kepada masyarakat dari segala ilmu yang dipelajari di dalamnya. “Kampus harus memiliki nilai manfaat bagi masyarakat, itulah yang disebut dengan “dampak” karena diterapkan di masyarakat,” ujarnya.
Dari bidang keilmuan itu, terangnya, ada sisi yang namanya aksiologi. Aksiologi itu artinya kegunaan ilmu. Bahwa ilmu itu harus berguna dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan. Pendiri B-P House Indonesia itu menambahkan, nilai aksiologi tersebut harus benar-benar dioptimalkan dengan cara yang tepat dan dengan dukungan semua pihak. “Dengan demikian, program Kampus Berdampak benar-benar memiliki dampak nyata bagi masyarakat,” ungkapnya.
Meski begitu, Djoko tetap memberikan catatan kritis terhadap program tersebut. Menurutnya, sejatinya kampus didirikan memang untuk berdampak, sehingga jika baru dikatakan sekarang kampus sedang berdampak maka itu ketinggalan.
“Kritik saya, kampus berdampak itu ketinggalan zaman. Seharusnya, sejak kampus lahir dulu, kampus harus memberikan dampak, baik keilmuan, nilai efektif, efesiensi. Kok, sekarang baru berdampak. Tapi, meskipun ketinggalan mungkin seperti ini rumusnya, harus ditingkatkan lagi bahwa semua kegiatan kampus harus memiliki nilai berdampak terhadap kemaslahatan manusia” terangnya.
Pria yang juga Founder Indonesia Scout Journalist tersebut menambahkan, seharusnya sejak awal, nawaitu kampus didirikan adalah untuk menigkatkan kesejahteraan manusia. Jadi, lahirnya ilmu itu untuk kebermanfaatan manusia, sehingga berdampak sekarang. “Tapi, ya tidak apa-apa asalkan dampak yang sudah ada jauh ditingkatkan lagi,” tandasnya.
Dia berpesan agar program Kampus Berdampak dapat dikemas secara efektif dengan hasil yang optimal. Semisal, bagaimana lingkungan di kampus itu memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar. Mahasiswa diajak berperilaku mengurangi pemanasan global di kampus. Mahasiswa diajak membuat produk yang memiliki dampak. “Ibarat kata, sejengkal tanah di kampus harus berdampak manfaat penggunaannya,” tambahnya.
Dia berharap di kampus Unesa, terdapat kampanye tentang Kampus Berdampak. Dengan berfokus pada sisi mana yang menjadi tujuan, misalnya sisi menjadi kampus ramah lingkungan, maka harus menjadi kampus yang bisa memberikan kepedulian terhadap lingkungannya. “Harus by design by logo, kemudian poster-poster tertentu di setiap sudut strategis, ada promosi, dan lain-lain. Jadi, ada special campaign, artinya kampus harus bisa menjadi dampak secara signifikan disesuaikan dengan keunggulan yang dimiliki,” pungkasnya. @TimMajalahUnesa
KKN Berdampak: Inovasi IPAL dan Layanan Publik

Melalui program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) dan magang, mahasiswa Unesa merasakan dampak dari program yang dijalankan baik bagi diri sendiri, utamanya berdampak kepada masyarakat.
Hafiz Iqbal Maulana dan 14 temannya yang melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) menghadirkan inovasi berupa instalasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sederhana di RW 02 Kelurahan Banjar Sugihan, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya. Meski sederhana, hasil inovasi itu memberi manfaat dan dampak besar bagi masyarakat terkait permasalahan air bersih.
Iqbal yang merupakan ketua kelompok KKN-T mengatakan, ide itu berawal dari keprihatinan limbah selokan yang selama ini mengalir begitu saja tanpa dimanfaatkan. Ia dan tim akhirnya tergerak untuk menghadirkan solusi berkelanjutan. Mereka merancang IPAL yang mampu menjernihkan air limbah rumah tangga menjadi air bersih yang layak digunakan untuk menyiram tanaman, membersihkan lingkungan, hingga mendukung budidaya ikan lele warga.
“Kami ingin menghadirkan inovasi untuk mendukung pemanfaatan air secara lebih bijaksana,,” terang mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Jepang tersebut.
Inovasi itu sesuai dengan tema KKN Unesa yang mengangkat isu ketahanan pangan sebagai bagian dari kontribusi perguruan tinggi dalam mendukung pencapaian Asta Cita pembangunan nasional.
Proses filtrasi air pada IPAL, jelas Iqbal, terdiri atas tiga tahap, yaitu penyaringan fisik, kimiawi, dan biologis. Air limbah yang diambil dari selokan terlebih dahulu difilter menggunakan pompa, lalu disaring menggunakan batu zeolit dan sabut kelapa untuk menghilangkan partikel kotoran.
“Setelah itu, air diproses secara kimiawi menggunakan arang dan batu apung untuk menetralkan pH dan warna. Pada tahap akhir, air melalui proses biologis dengan media bioball dan batu karang jahe untuk menghilangkan bau,” ungkap Iqbal.
Air hasil olahan IPAL itu tak hanya dimanfaatkan untuk menyiram tanaman, tetapi juga digunakan warga untuk budidaya ikan lele dan membersihkan lingkungan sekitar, sehingga membantu menghemat penggunaan air bersih sehari-hari.
Pembangunan IPAL ini bukan tanpa tantangan. Iqbal mengungkapkan bahwa timnya sempat mengalami berbagai kendala, seperti kebocoran kran timba hingga masalah instalasi listrik. Namun, berkat kerja sama anggota dan dukungan dari warga, mulai dari penyediaan tempat, peralatan, hingga konsumsi, semua kendala tersebuh dapat diatasi.
Salah satu warga, Sandi Priatama, merasakan langsung manfaat keberadaan IPAL yang membantu mengurangi limbah rumah tangga dan menyediakan air bersih untuk keperluan sehari-hari. “Air dari IPAL bisa dipakai nyiram tanaman dan bersihkan lingkungan, jadi lebih hemat air PDAM,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, keberadaan IPAL turut mendorong meningkatnya kesadaran warga terhadap kebersihan lingkungan. Warga menjadi lebih aktif menjaga kebersihan sekitar karena kini akses terhadap air bersih menjadi lebih mudah.
Magang di Dispendukcapil
Program berdampak juga dirasakan Theresa Ika Ruthsania. Mahasiswi semester 6 Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual (DKV) Unesa yang akrab dipanggil Tere itu menjalankan program magang di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya.
Di tempat magang itu, ia ditempatkan di Swargaloka unit media internal Dispendukcapil Surabaya yang bertugas menjalankan komunikasi publik dan edukasi layanan administrasi kependudukan. Selama magang yang dijalani sejak semester 5 melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) skema Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), ia mendapatkan banyak pengalaman.
Tere mengatakan, swargaloka memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi terkait layanan kependudukan kepada masyarakat secara kreatif dan informatif melalui media sosial. Di swargaloka memiliki tiga divisi utama, yakni instagram, youtube, dan tiktok yang tergabung dalam dua bidang besar, yaitu broadcasting news (untuk youtube dan tiktok) dan media sosial spesialis (untuk instagram).
“Saya tergabung dalam divisi Youtube dan dipercaya menjadi PIC (Person in Charge) untuk program Mata Swarga Loka. Program ini berupa video tanya jawab yang membahas pertanyaan-pertanyaan umum dari masyarakat seputar layanan kependudukan,” terangnya.
Sebagai produser sekaligus sutradara, Tere mengatur seluruh proses produksi, mulai pemilihan host dan narasumber (biasanya, ASN Dispendukcapil), hingga pembagian tugas kameramen dan editor. “Setelah direkam, videonya kami unggah ke kanal youtube Dispendukcapil,” tambahnya.
Selain mengelola Mata Swarga Loka, Tere juga terlibat dalam berbagai konten Youtube lainnya seperti Rapi Pindo (rangkuman berita Indonesia), Swarga Loka Jalan-Jalan (wisata Surabaya), Sedep (podcast bersama tokoh pemerintahan), hingga menjadi host, kameramen, atau talent di berbagai program. Selain fokus pada produksi konten, Tere juga dipercaya menjadi Ketua Pelaksana ulang tahun ketiga Swargaloka pada Oktober 2024.
Tere mengakui, pengalaman magang di Dispendukcapil sangat berdampak bagi pengembangan profesionalismenya sebagai mahasiswa DKV. Awalnya, ia berpikir desain itu hanya membuat poster atau grafis. Tapi, ternyata kontribusi desain komunikasi bisa lebih dari itu dalam mengedukasi masyarakat lewat media digital.
“Melalui pengalaman ini, saya berharap mahasiswa lain bisa melihat bahwa program magang bisa membawa perubahan, baik untuk diri sendiri maupun masyarakat. Kita bisa punya peran langsung dalam pelayanan publik. Jadi bukan cuma belajar teori, tapi juga memberi manfaat,” pungkasnya. @TimMajalahUnesa
Arya, Ketua BEM FIKK: Sempat Terkejut dengan Perubahan MBKM ke Kampus Berdampak

Arya Dwi Fajar Putra, Ketua BEM Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan, awalnya mengaku cukup terkejut saat mendengar perubahan MBKM menjadi Kampus Berdampak. Tapi, setelah mempelajari lebih lanjut, ia menyambut dengan sikap terbuka namun tetap kritis. “Ini langkah strategis, asal pelaksanaannya jelas dan terukur,” ujar mahasiswa prodi PJKR itu.
Mahasiswa yang telah mengikuti program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) dan Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) itu menilai bahwa pengalaman langsung di masyarakat membuat mahasiswa lebih memahami konteks sosial dan kebutuhan lapangan. Karena itu, ia berharap Kampus Berdampak tidak hanya menjadi lanjutan dari MBKM, tapi menjadi wadah aktualisasi nilai-nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi, terutama aspek pengabdian kepada masyarakat.
“Kalau Kampus Merdeka memberi kebebasan belajar kepada mahasiswa, maka Kampus Berdampak harus menekankan pada kontribusi nyata,” tambahnya.
Arya pun menyoroti beberapa hal krusial yang masih menjadi kendala. Di antaranya, kurang implementasi nyata di lapangan, minim kolaborasi antara mahasiswa dan pihak kampus, dan program yang sering kali tidak berkelanjutan.
“Banyak program yang berhenti di proposal atau seremoni peluncuran tanpa tidak lanjut. Mahasiswa kadang hanya dijadikan pelaksana teknis, bukan mitra strategis. Ini yang harus diubah,” tandasnya mengkritisi.
Arya mendorong agar program Kampus Berdampak memiliki indikator keberhasilan yang jelas, timeline pelaksanaan yang konkret, dan tim pelaksana yang solid dari unsur mahasiswa dan kampus. “Partisipasi mahasiswa tidak boleh hanya simbolik, tapi harus substansial sejak tahap perencanaan hingga evaluasi,” tandas mahasiswa Angkatan 2022 tersebut. @TimMajalahUnesa
Mahla, Mahasiswa Psikologi: Sangat Bagus, Bawa Ruh Baru Pendidikan Tinggi

Bagi Mahla, demikian panggilan akrabnya, transformasi MBKM ke Kampus Berdampak sangatlah bagus karena program ini membawa ruh baru pada pendidikan tinggi. Menurutnya, kata “berdampak” bukan hanya soal memberi kontribusi, tetapi juga tentang menghidupkan harapan dan menjadi sumber kebermanfaatan bagi orang lain serta menghadirkan solusi atas persoalan nyata yang menjadikan ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti di kepala, tapi bergerak melalui tindakan nyata.
“Dampak itu bukan soal seberapa besar aksi kita, tapi seberapa dalam bisa memberi arti. Terkadang, satu tindakan kecil bisa membuka jalan bagi perubahan yang lebih besar,” terangnya.
Mahasiswi yang mengikuti program PKM-PM itu menyampaikan mimpinya untuk menjadikan pendidikan sebagai hak yang bisa diakses oleh semua anak. Ia ingin menciptakan ruang belajar dan motivasi bagi anak-anak agar mereka punya mimpi, dan tahu bahwa mimpinya itu bisa diwujudkan.
Perubahan MBKM menjadi Kampus Berdampak, bukanlah akhir dari sebuah program, tetapi justru awal dari kesadaran baru bahwa mahasiswa tidak cukup hanya cerdas secara akademik, tapi juga ditantang untuk hadir di tengah masyarakat, menyelesaikan persoalan nyata dengan empati, kreativitas, dan kolaborasi.
Bagi Mahla, Kampus Berdampak adalah momentum untuk menjadikan ilmu sebagai cahaya yang menerangi sekitar menghidupkan harapan di tengah keterbatasan. Mahla yakin bahwa dampak tidak diukur dari besarnya aksi, tetapi dari ketulusan dan keberlanjutan kontribusi. @TimMajalahUnesa
Bagikan artikel ini