Murwono, Alumnus D-3 Pendidikan Fisika, FMIPA IKIP Surabaya yang Bawa Sekolahnya Raih Adiwiyata Nasional

Berkarier dari Guru Hingga Jadi Kepala Sekolah

Tekad kuat, semangat pantang menyerah, dan keinginan untuk terus memberi manfaat menjadi kunci sukses menapaki karier di bidang pendidikan. Dialah, Murwono, alumni Program Studi D3 Pendidikan Fisika, FMIPA, IKIP Surabaya (Kini Unesa) angkatan 1988, yang berhasil membawa sekolah yang dipimpinya MAN 2 Kediri meraih Adiwiyata nasional.

Perjalanan karier Murwono terbilang panjang. Sebelum dipercaya menjadi kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kediri, salah satu madrasah unggulan, ia memulai karier dari bawah sebagai guru biasa. Ia bahkan tak pernah membayangkan bisa menjadi pemimpin madrasah. Sebab, saat masuk ke IKIP Surabaya dulu, cita-citanya sederhana. Ia pengin lulus secepat mungkin agar bisa segera bekerja dan membantu ekonomi keluarga.

“Saya sengaja mengambil program D3, supaya bisa cepat lulus, lalu langsung bekerja dan saya tidak memiliki cita-cita muluk. Cukup jadi guru yang bermanfaat dan bisa berbagi ilmu, itu sudah membuat saya bahagia” kenangnya.

Murwono masih ingat betul selama masa-masa kuliah yang dijalani dengan penuh perjuangan. Maklum,ia berasal dari keluarga sederhana yang tentu memiliki keterbatasan ekonomi, sehingga harus berjuang dengan biaya hidup di kota metropolitan Surabaya. Ia juga harus membagi waktu antara studi dan pekerjaan sampingan dengan mengajar les dan membuka bimbingan belajar. Ia nyaris tidak punya waktu untuk mengikuti organisasi di kampus. “Kalau ada teman yang sibuk rapat, saya sibuk cari tambahan. Tapi, saya tidak pernah menyesal, karena semua itu membentuk karakter tangguh dalam diri saya,” ucapnya.

Setelah lulus pada 1991, Murwono sempat mengajar di Surabaya selama beberapa tahun. Ia lalu kembali ke kampung halamannya di Nganjuk. Pada 1995, Murwono mulai mengabdi sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) di MAN 2 Kediri. Satu tahun kemudian, ia diangkat menjadi guru MTsN 1 Bondowoso, sekaligus melanjutkan S1 Fisika di Universitas Jember.  

Setelah empat tahun mengabdi di MTsN 1 Bondowoso, Murwono kembali ke MAN 2 Kediri. Di sekolah itu, ia meniti karier dari bawah, mulai dari guru, bendahara sekolah, waka sarana prasarana, hingga waka kurikulum dan akhirnya dipercaya memimpin madrasah sebagai kepala sekolah. Bagi Murwono, kesuksesan itu memang harus dimulai dari bawah. Ia yakin bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh maka akan memetik buah dari hasil kerja keras itu.

Tahun 2018 menjadi titik balik kariernya. Ia ditunjuk menjadi kepala MAN 1 Kediri, madrasah tertua yang saat itu tengah menghadapi tantangan serius, khususnya dalam menarik peserta didik baru. Murwono tak menyerah, ia membangun kepercayaan, memperbaiki sistem, dan memperindah lingkungan sekolah. Hasilnya, hanya dalam dua tahun, jumlah siswa melonjak drastis dari 714 menjadi 934. Prestasi akademik dan non akademik pun ikut terdongkrak, termasuk menjadi juara umum Kompetisi Sains Nasional (KSN) dan lomba drum band. “Bagi saya, memimpin madrasah itu soal membangun semangat, bukan hanya membangun gedung,” tuturnya.

Tahun 2020, ia kembali ke MAN 2 Kediri. Sebagai kepala sekolah tentu tantangannya semakin pelik. Apalagi, sempat ada konflik internal yang membuat suasana kerja kurang kondusif. Namun, Murwono percaya bahwa kunci perubahan ada pada komunikasi. Ia rangkul semua pihak untuk ciptakan suasana kekeluargaan dan kembali menghidupkan semangat kebersamaan.

“Pimpinan itu saya ibaratkan sebagai manajer permainan sepak bola, ketika manajer bisa menata orang-orang pemain ke tempat yang memang posisinya, maka bisa memainkan peran, dan bisa memenangkan pertandingan,” jelasnya menggunakan perumpamaan.

Benar saja. Tak butuh waktu lama. Madrasah yang dulu ‘stagnan’ itu menjelma menjadi lembaga pendidikan yang indah, nyaman, dan berprestasi di bawah kepemimpinannya. Ia berhasil membawa prestasi dari Adiwiyata Provinsi naik menjadi Adiwiyata Nasional. MAN 2 Kediri meraih peringkat kelima dalam ajang Madrasah Terindah dan Ternyaman se-Jawa Timur.

Selain itu, siswa-siswinya pun terus mengukir prestasi, hingga menjadikan madrasah itu peringkat pertama se-Kabupaten Kediri, mengalahkan 24 sekolah negeri lainnya. Atas berbagai pencapaian itu, ia dianugerahi penghargaan sebagai Kepala Madrasah Terbaik oleh Kementerian Agama Kabupaten Kediri. Istimewanya, ia menjadi satu-satunya kepala MAN yang bukan lulusan IAIN atau UIN, tapi dari IKIP Surabaya.

Selain menjadi kepala sekolah, Murwono juga dipercaya menjadi Ketua Kelompok Kerja Kapala Madrasah (K3M) se-Kabupaten Kediri. Ia juga dipercaya membina lima madrasah negeri dan 48 madrasah swasta. Seabrek prestasi dan amanah yang dieban itu, tida membuat Murwono tinggi hati. Ia tetap rendah hati, aktif memotivasi, dan terus menanamkan nilai-nilai kedisiplinan kepada guru dan siswa. “Saya selalu datang paling pagi ke madrasah, setiap hari jam enam pagi. Saya percaya, keteladanan itu bukan disuruh, tapi dilakukan dan dimulai dari pemimpinnya,” ucapnya.

Murwono mengakui tidak pernah lupa dengan almamaternya, IKIP Surabaya (Unesa). Buktinya, setiap kali siswa MAN 2 Kediri studi wisata, ia pasti menyempatkan membawa para siswa mampir ke kampus Unesa Lidah Wetan. “Saya ingin mereka tahu bahwa dari kampus inilah saya berasal. Dan, kalau saya bisa seperti sekarang, mereka juga bisa bahkan lebih,” tandasnya.

Murwono yakin, nilai-nilai kedisiplinan dan semangat belajar yang ia dapatkan di IKIP Surabaya menjadi fondasi kuat dalam kariernya. Dulu, ia mungkin tidak punya apa-apa. Tapi, ia punya tekad dan semangat. Dan, bekal itu cukup untuk memulai segalanya. “Percaya pada proses, jangan iri pada pencapaian orang lain. Fokus saja dengan jalanmu sendiri. Suatu saat, kamu akan berdiri di tempat yang dulu hanya bisa kamu bayangkan,” pungkasnya memberi pesan. @ja’far

Bagikan artikel ini

en_USEN