
Hilirisasi Komersialisasi Mesin Pengolah Tempe 3in1 untuk Optimalkan Proses Produksi Tempe
Sebagai langkah nyata mendukung efisiensi dan produktivitas sektor pangan lokal, tim dosen Unesa membuat inovasi teknologi pengolah tempe 3 in 1 yang siap untuk dikomersialisasikan. Mesin pengolah ini menggabungkan proses pengupasan, pemisahan, dan pemecahan kulit ari kedelai dalam satu alat.
Tim peneliti Unesa yang terdiri dari Dr Djoko Suwito, MPd (ketua), Dra Niken PurwidianI, MPd, dan Bellina Yunitasari, SSi, MSi menghasilkan penelitian dengan judul Hilirisasi Komersialisasi Mesin Pengolah Tempe 3in1 (Pengupas, Pemisah, Pemecah Kulit Ari Kedelai) untuk Mengoptimalkan Proses Produksi Tempe. Mesin Pengolah Tempe 3in1 itu menawarkan solusi efektif bagi produsen tempe skala kecil hingga menengah.
Menurut Djoko, Ketua Tim, penelitian itu berfokus pada hilirisasi dan komersialisasi mesin multifungsi 3in1 yang dirancang untuk mengatasi efisiensi produksi tempe di kalangan UMKM. Mesin itu, terangnya, mampu melakukan tiga proses penting sekaligus yakni mengupas kulit kedelai, memisahkan kulit dari biji, dan memecah kedelai untuk proses fermentasi.
“Dengan integrasi ketiga fungsi dalam satu sistem, diharapkan alat ini mampu mempercepat masa proses produksi, mengurangi tenaga kerja manual, dan meminimalkan kehilangan bahan baku,” ujar Djoko.
Keunggulan mesin ini, menurut Djoko terletak pada kemampuannya mengintegrasikan tiga fungsi kerja dalam satu alat, yang biasanya dilakukan tiga mesin berbeda. Tentu, hal tersebut dapat menghemat ruang, biaya operasional, dan meningkatkan efisiensi kerja karena proses yang berlangsung secara berkesinambungan dan terotomatisasi sebagian. “Desain mesin ini dirancang modular dan berurutan,” ungkapnya.
Djoko menjelaskan, mesin pengolah tempe 3in1 dimulai dari sistem pengupas yang berbasis drum bergerigi, sistem pemisah berbasis aliran air atau blower, dan sistem pemecah yang berbasis penghancur mekanis. Setiap bagian dalam mesin, terangnya, dirancang agar saling terhubung dan bekerja optimal sesuai fungsi masing-masing.
Lebih lanjut, Djoko juga menerangkan bahwa mesin pengolah tempe 3in1 dapat mengurangi kehilangan bahan baku hingga di bawah 5% dibandingkan dengan metode tradisional/manual yang mencapai 10-15%. Hal itu dapat terjadi karena adanya proses mekanis yang lebih terkontrol dan minim kesalahan dari manusia. Selain itu, desain mesin juga mempertimbangkan efisiensi energi dengan penggunaan motor listrik berdaya rendah dan rangka berbahan baja ringan yang dapat didaur ulang. “Sisa dari limbah kulit kedelai juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak,” terangnya.
Lahirnya inovasi teknologi Mesin Pengolah Tempe 3in1 itu, ungkap Djoko, bermula dari pengamatan tim peneliti terhadap pelaku UMKM tempe yang masih menggunakan metode manual atau alat sederhana dalam proses pengupasan dan pemisahan kulit kedelai. Selain menguras waktu dan tenaga, produktivitas yang dihasilkan juga tidak optimal. Selain itu, urgensi dari penelitian ini juga terletak pada peran tempe sebagai makanan bergizi dan popular di Indonesia. “Efisiensi proses produksi akan membantu pelaku usaha mempertahankan produktivitas dan daya saing di tengah tantangan ekonomi dan tenaga kerja,” tandasnya.
Hilirisasi dengan Sasaran Pelaku UMKM
Mesin Pengolah Tempe 3in1, terang Djoko, terus didorong untuk hilirisasi dan memastikan mesin dapat sampai ke tangan pelaku UMKM tempe secara luas. Strategi hilirasi itu melibatkan kolaborasi dengan inkubator bisnis, pelatihan, pameran produk, penyusunan skema pembiayaan kredit ringan, serta integrasi dalam program CSR dan program kewirausahaan perguruan tinggi serta BUMDes. “Target utamanya adalah pelaku UMKM skala kecil hingga menengah di sektor produksi tempe, baik individu maupun kelompok usaha bersama (KUB), koperasi, dan BUMDes,” ungkapnya.
Djoko mengklaim, hadirnya mesin pengolah tempe 3in1 mendapat respon bagus dari masyarakat, khususnya pelaku UMKM tempe. Mereka melihat mesin ini sebagai solusi nyata untuk mengurangi kelelahan kerja, meningkatkan kapasitas produksi, dan memberikan hasil tempe yang lebih bersih dan konsisten. Selain itu, komunitas produsen tempe lokal sangat antusias sehingga bersedia menjadi mitra uji coba.
Djoko mengakui ada tantangan yang dihadapi dalam membuat inovasi ini. Salah satunya, menyatukan tiga fungsi dalam satu mesin tanpa mengorbankan performa. Sebab, selain fungsi dan performa yang maksimal, mesin juga harus mudah digunakan oleh para pelaku UMKM yang minim latar belakang teknis.
“Penelitian ini bekerja sama dengan mitra seperti koperasi produsen tempe lokal dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Surabaya. Selain itu, penelitian ini juga mendapat bantuan dalam pengembangan mesin dari Bidya Nur Habi (CV Cahaya Berkah Gusti) dan lima mahasiswa Unesa,” bebernya.
Djoko menambahkan, penelitian dilaksanakan di laboratorium rekayasa mesin CV Cahaya Berkah Gusti dan lokasi mitra UMKM tempe di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Program ini berlangsung mulai April 2025 hingga Desember 2025. Meskipun masih tergolong baru, kata Djoko, mesin pengolah tempe 3in1 telah dipresentasikan dalam beberapa forum workshop inovasi teknologi dan pameran kewirausahaan kampus yang mendapat respon positif.
Anggota tim, Niken Purwidiani, mengungkapkan bahwa hasil akhir yang ingin dicapai adalah terciptanya mesin siap pakai dan layak produksi masal, model bisnis distribusi, dan terbentuknya kemitraan strategis dengan UMKM/Koperasi. Ke depan, lanjut Niken, mesin akan dikembangkan versi otomatisasi penuh serta integrasi sistem monitoring produksi berbasis IoT dan sistem penghancuran kulit ari yang lebih efisien.
Dalam pengembangan mesin ini, tentu perlu penyempurnaan desain agar lebih ergonomis. Selain itu, juga pengurangan konsumsi daya Listrik dan pengujian performa mesin dalam berbagai jenis kedelai. Tim peneliti berharap teknologi ini dapat menjadi solusi nyata bagi UMKM tempe di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan menjadi bagian dari ekosistem teknologi pangan nasional. @TimMajalahUnesa
Bagikan artikel ini