
Jejak Prof Fauzan, Alumnus S-3 Unesa yang Mendapatkan Amanah Wakil Mendiktisaintek
Jadikan Almamater sebagai Ibu Kandung Kedua
21 Oktober 2024 menandai tonggak sejarah baru bagi perjalanan karier Prof Dr Fauzan, MPd. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dua periode (2016-2020 dan 2020-2024) itu mendapatkan amanah sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisainstek) dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo. Perjalanan sukses Fauzan, yang merupakan alumni S3 Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu tentu penuh dengan perjuangan sebelum melesat menjadi tokoh nasional. Seperti apa jejak perjalanan yang penuh inspirasi itu?
Fauzan menamatkan pendidikan S-3 (doktoral) Pascasarjana di Unesa pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Luar biasanya, meski di tengah kesibukan yang padat, guru besar UMM di bidang pendidikan serta penggagas Program Profesor Penggerak Pembangunan Masyarakat (P3M) itu berhasil meraih predikat cumlaude. Disertasinya berjudul “Tuturan Oposisi dalam Negosiasi Rembuk Desa (Kajian Etnopragmatik)” Menggali Fenomena Komunikasi Masyarakat di Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.” Penelitian itu bukan hanya mendalami aspek bahasa tetapi juga dinamika sosial yang relevan dengan pembangunan masyarakat.
Saat wawancara dengan majalah Unesa, Fauzan membagikan momen berkesan selama kuliah di Unesa. Ia mengatakan, iklim akademik di Unesa ini sangat egaliter. Para pemangku kepentingan, termasuk dosen, bersikap sangat terbuka dan cair. Dosen seperti Prof Setya Yuwana, misalnya, memperlakukan kami (mahasiswa) layaknya kawan, tanpa stratifikasi yang kaku,” kenangnya.
Hal itu, kata Fauzan, membuat atmosfer belajar menjadi lebih hidup dan memberikan kebebasan untuk berkembang. Ia menambahkan bahwa budaya egaliter ini tidak hanya mempererat hubungan antara dosen dan mahasiswa, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung diskusi lebig terbuka. “Mahasiswa merasa lebih nyaman menyampaikan ide-ide, bahkan kritik, tanpa rasa takut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Fauzan menceritakan bahwa sering kali diskusi akademik tidak terbatas pada ruang kelas atau pertemuan formal. Ia bisa berdiskusi dengan dosen di mana saja, termasuk saat berjalan menuju kantin atau bahkan di area parkir. Situasi ini memberikan dinamika belajar yang fleksibel dan menginspirasi mahasiswa untuk terus mengeksplorasi potensi diri. “Bagi saya, pengalaman tersebut tidak hanya membantu menyelesaikan disertasi, tetapi juga membentuk cara pandang terhadap pendidikan sebagai wadah kolaborasi yang inklusif dan dinamis,” terangnya.
Sebelum menjabat sebagai Wakil Menteri, Fauzan telah mencatatkan diri sebagai tokoh penting di dunia pendidikan. Selama dua periode, ia memimpin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai rektor, dari 2016 hingga 2024. Sebagai guru besar UMM, ia menjadi penggagas Program Profesor Penggerak Pembangunan Masyarakat (P3M), sebuah program inovatif yang menghubungkan keilmuan dengan kebutuhan nyata masyarakat. Selain itu, inisiatif seperti Center of Excellence (CoE) dan Center for Future Work (CFW) menjadi bukti kepiawaiannya dalam menjawab tantangan global di era digital dan industri 4.0.
Sempat Terkejut Diberi Amanah Wamen
Penunjukan Fauzan sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi oleh Presiden Prabowo menggambarkan kepercayaan besar terhadap kemampuan dan dedikasinya. Meski begitu, ia mengaku sempat terkejut dengan keputusan tersebut. “Saya tiba-tiba dipanggil ke Jakarta oleh Mayor Teddy dan menyampaikan jabatan yang akan saya emban,” ujarnya yang menyikapi tanggung jawab barunya dengan sikap positif dan penuh semangat.
Bagi Fauzan, setiap tugas adalah kesempatan untuk berbuat lebih banyak bagi masyarakat. Ia percaya bahwa peran baru ini adalah amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Satu kaya yang menjadi kunci hidupnya, yakni optimisme. “Kalau kita pesimis, berarti kita berjalan mundur,” tandasnya.
Prinsip itu, menurut Fauzan, menjadi panduan dalam setiap langkahnya, baik sebagai seorang akademisi maupun pejabat pemerintahan. Dengan keyakinan bahwa setiap tantangan dapat diubah menjadi peluang, ia memandang masa depan dengan penuh harapan dan komitmen untuk terus berkontribusi.
Dalam posisi strategis sebagai wamendiktisaintek, Fauzan membawa semangat baru, terutama dalam memperkuat peran perguruan tinggi sebagai pusat inovasi dan solusi bangsa. Ia menegaskan pentingnya perguruan tinggi untuk inklusif dan terbuka. “Perguruan tinggi tidak boleh menjadi menara gading, tetapi harus menjadi bagian dari entitas sosial yang aktif,” jelasnya.
Fauzan menandaskan, keberhasilan tidak hanya tentang pencapaian pribadi tetapi juga tentang kontribusi kepada almamater dan masyarakat. Ilmu yang Ia dapatkan di Unesa bukan sekadar knowledge tetapi juga pelajaran hidup. “Kuliah S3 itu tentang bagaimana kita memahami kehidupan secara komprehensif,” tuturnya.
Ia juga menekankan peran alumni dalam meningkatkan sumber daya manusia bangsa. Sebagai alumni, tentu memiliki tanggung jawab besar terhadap almamater. Setiap kontribusi alumni adalah bentuk pengabdian. Bahkan, dalam kunjungannya ke Unesa belum lama ini dalam sebuah forum FGD, Fauzan menganggap momen tersebut sebagai panggilan jiwa untuk kembali berkontribusi ke almamternya. “Saya percaya bahwa setiap alumni, dengan latar belakang dan keahlian masing-masing, dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Fauzan juga menjelaskan bahwa tanggung jawab terhadap almamater melibatkan upaya menciptakan dampak positif di berbagai sektor. Ia menegaskan bahwa kontribusi alumni tidak melulu harus berupa hal besar. Tindakan kecil yang konsisten juga dapat membawa perubahan signifikan. Baginya, hubungan antara alumni dan almamater adalah hubungan yang saling mendukung, di mana keberhasilan individu dapat menjadi cerminan keberhasilan institusi.
Bagi generasi muda dan sesama alumni Unesa, Fauzan berpesan agar menjadikan almamater sebagai ibu kandung kedua dalam aspek saintifik. Kesetiaan dan pengabdian kepada almamater, terangnya, adalah salah satu bentuk tanggung jawab yang harus dipegang erat. “Saya mendorong para alumni untuk tidak hanya mengejar prestasi pribadi, tetapi juga aktif berkontribusi dalam pembangunan bangsa,” bebernya.
Saat berbicara tentang Indonesia Emas 2045, Fauzan menyoroti pentingnya revitalisasi perguruan tinggi untuk berperan strategis dalam menghadapi persoalan bangsa. Perguruan tinggi, kata Fauzan, harus mampu menciptakan solusi, tidak hanya melalui riset tetapi juga aksi nyata di masyarakat. “Itulah kunci menuju Indonesia Emas yang inklusif dan berdaya saing,” pungkasnya tegas. @prisma
Bagikan artikel ini