Kampung Wisata di Desa Macanan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk

Upaya Lestarikan Kain Tradisional melalui Kampung Wisata Wastra

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Dalam setiap helai kain tradisional, tersimpan keindahan yang tersembunyi. Satu di antaranya adalah wastra, sebutan bagi kain tradisional Indonesia.

Wastra bukan sekadar kain semata, melainkan karya seni yang sarat akan makna. Setiap wastra memiliki ciri khas yang dibedakan dalam simbol, warna, ukuran hingga material yang digunakan. Keberadaan wastra, tentu perlu perhatian agar tetap eksis. Nah, dalam upaya melestarikan kain tradisional yang tidak saja indah, tapi juga memiliki nilai seni tinggi itu, tim Kedaireka Unesa yang terdiri atas Peppy Mayasari, S.Pd, M.Pd (Ketua), Rojil Nugroho Bayu Aji, S. Hum, Ma, Lutfi Saksono, S.Pd, M.Pd dan Dr. Nurhayati, S.T, M.T mengaplikasikan penelitian berjudul “Penciptaan Kampung Wisata Wastra untuk Melestarikan Wastra Nusantara”.

Peppy Mayasari mengatakan, terciptanya kampung wisata wastra bertujuan untuk mempromosikan, melestarikan, dan mengembangkan warisan budaya wastra setempat. Selain itu, tujuan lainnya mencakup pengembangan ekonomi lokal melalui pariwisata dan penjualan produk wastra.

Selaras dengan keinginan yang sama untuk mengembangkan dan melestarikan kain tradisional wastra, terang Peppy, tim pelaksana Unesa menggandeng PT. Kekean Primanda Indonesia untuk mengembangkan sebuah kampung wisata di Desa Macanan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur.

Dikatakan Peppy, kampung wisata tersebut memiliki luas 600 meter persegi. Sementara, masyarakat desa tersebut dominan bekerja sebagai petani dan pengrajin batik. Para pengrajin batik tersebut merupakan binaan dari mitra Galeri Sarikat Kekean. PT. Kekean Primanda Indonesia sendiri merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan dan pelestarian wastra khas nusantara. “Perusahaan ini merupakan pemasok bahan yang digunakan dalam rumah mode terkenal asal Perancis, Christian Dior,” terang Peppy.

Lebih lanjut, dosen yang berhomebase di prodi S-1 Pendidikan Tata Busana, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya itu menambahkan bahwa kampung wisata wastra yang berada di Desa Macanan merupakan pilihan yang layak dan berkelanjutan untuk dikembangkan. Hal itu karena didukung dengan banyaknya potensi wastra setempat, sejarah, dan kekayaan budaya yang menjadi daya tarik tersendiri. “Pelaksanaan penelitian tersebut, tentu melibatkan penduduk setempat dalam perencanaan untuk memahami kebutuhan, aspirasi, dan kekhawatiran mereka,” ungkapnya.

Kampung wisata wastra di Desa Macanan memiliki 39 pengrajin batik dan tenun yang hingga kini masih eksis. Bahkan, mereka masih setia mempertahankan penggunaan peralatan tradisional dalam pengerjaan kain tradisional tersebut.

Dalam upaya pelestarian dan pengembangan, jelas Poppy lagi, para pengrajin mendapatkan pembinaan dan pemberdayaan sehingga mereka dapat terus meningkatkan produksi dan memasarkan produknya ke pasar yang lebih luas. Selain itu, lanjut Peppy, melalui upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat memberikan dampak dalam peningkatan pendapatan bagi kampung wastra agar dapat menjadi pusat belanja wastra, tempat edukasi, dan wisata bagi semua golongan masyarakat, utamanya generasi muda.

“Semua itu tentu akan menjadi keunggulan-keunggulan yang ditawarkan oleh kampung wisata wastra untuk terus menumbuhkan rasa cinta akan budaya wastra,” paparnya.  

Keberadaan kampung wisata wastra memantik antusiasme masyarakat sekitar. Hal itu terlihat dengan keikutsertaan mereka dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Peppy menambahkan bahwa Upaya-upaya yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Unesa menjadi selaras dengan harapan dan keinginan masyarakat, terutama dengan adanya kegiatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan menambah pemasukan ibu-ibu yang sebagian besar merupakan pengrajin yang ada di Desa Macana.

Penciptaan kampus wisata wastra itu, tidak lepas dari kendala dan tantangan. Kendala yang dirasakan oleh tim pelaksana Unesa dalam upaya pengembangan kampung wisata wastra ini, salah satunya jarak yang cukup jauh satu sama lain. Kampung wisata ini terletak di lokasi yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh satu sama lain. “Ini menjadi kendala dalam proses pembuatan wastra,” bebernya.

Selain kendala di atas, terang Poppy lagi, kendala lain yang juga dirasakan adalah terkait waktu, biaya, SDM dan masyarakat di Desa Macanan sendiri. Namun, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan kerja sama yang baik antara tim pelaksana dengan mitra.

Di balik kendala yang dialami itu, Peppy mengakui mendapat banyak hal menarik selama melakukan penelitian. Hal menarik yang didapatkkan di antaranya tim pelaksana dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat sehingga bisa mendengar kendala serta keluhan secara langsung. “Kami juga dapat berkontribusi dalam kebermanfaatan program untuk menciptakan kampung wastra yang bermanfaat bagi warga Desa Macanan,” kata Poppy.   

Melalui penelitian ini, tambahnya, tim pelaksana Unesa dapat menghasilkan 6 HKI, kegiatan fashion show, dan pameran. Bukan hanya itu, tambah Peppy, mereka juga berhasil melahirkan sebuah modul kegiatan pelatihan yang ditawarkan mulai dari jenjang basic sampai mahir. Poppy menegaskan, melalui penelitian itu, timnya bisa memberikan kebermanfaatan kepada masyarakat dengan menciptakan peluang usaha baru yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Macanan dan sekitarnya.

Untuk diketahui, penelitian kedaireka yang dipandegani Poppy itu berlangsung selama 9 bulan, yakni mulai Maret sampai dengan November 2023 di Desa Macanan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur.

“Melalui penelitian ini, kami menaruh harapan besar agar dapat diterapkan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menjangkau hasil yang lebih luas lagi di daerah lain yang memiliki potensi yang sama,” pungkasnya. @hasna

Bagikan artikel ini

id_IDID